Belitung dikenal dengan julukan “ Negeri Laskar Pelangi” mempunyai beberapa keberagaman dan kekhasan mulai dari pakaian, makanan, tempat wisata, hingga budaya dan adat yang dipercayai masyarakat lokal.
Masyarakat yang tinggal di Belitung tidak hanya dari mayoritas Belitung asli, tetapi beragam dimulai dari Jawa, Sulawesi, Palembang, Bengkulu dan masih banyak yang lainnya.
Akibat dari banyaknya mayoritas lain yang tinggal di Belitung, keberagaman dan kekhasan asli Belitung sudah banyak mengalami perubahan dan masyarakatnya pun sudah mulai tidak mempercayai budaya dan adat Belitung yang sudah ada sejak lama.
Banyak masyarakat Belitung yang mulai mengangkat budaya dari luar Belitung misalnya adat Jawa yang dipakai masyarakat Belitung pada acara pernikahan.
Dahulu pada acara pernikahan masyarakat Belitung selalu mengenakan pakaian adat yang dikenal dengan nama “Baju Seting dan Kain Cual”.
Untuk pengantin perempuan, baju Seting sendiri berupa baju kurung biasa dengan warna merah yang dibuat dari kain beludru atau kain sutra. Baju ini dipadukan dengan bawahan berupa kain Cual.
Berbeda dengan baju Seting, kain Cual sendiri merupakan kain asli budaya Belitung yang dibuat dengan metode tenun ikat.
Selain menggunakan baju atasan dan kain bawahan, pengantin perempuan akan mengenakan beberapa aksesoris yaitu mahkota emas dengan ornamen khusus yang disebut paksian, teratai atau penutup dada yang dikenakan pada baju, kembang cempaka, kembang goyang, daun bambu, kuntum cempaka, pagar tenggalung, sari bulan, tutup sanggul atau kembang kong untuk hiasan kepala, kalung anting panjang, sepit udang atau hiasan disamping telinga kiri dan kanan, gelang pending untuk ikat pinggang dan hiasan ronce melati pada bajunya.
Sedangkan untuk pengantin laki-laki, biasanya menggunakan sebuah jubah panjang khas jubah arab dengan warna merah tua. Jubah tersebut dilengkapi oleh selendang atau selempang yang disampirkan pada bahu kanan.
Untuk bawahan menggunakan celana panjang dengan warna yang serupa. Baik jubah maupun celana bawahan dilengkapi dengan pernik dan motif yang sama dengan pengantin perempuan.
Alas kaki khusus yang digunakan yaitu pending selop atau sendal arab.
Selain pakaian adat Belitung, makanan juga menjadi salah satu kekhasan yang ada diBelitung, misalnya Gangan (sop ikan dengan kunyit), gangan memiliki cita rasa pedas manis dengan sedikit asam dari nanas muda.
Gangan ini wajib dimasak dengan ikan segar. Sementara rempah-rempah yang digunakan adalah kunyit, bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, lengkuas, sereh, kemiri dan asam.
Selain gangan ada juga Mie Belitung. Mie Belitung adalah mie kuning yang dicampur dengan bakwan udang, taoge, irisan timun, potongan kentang rebus, dan emping.
Keistimewaan Mie Belitung ini terletak pada kuah kari udangnya yang kental dan gurih. Cita rasanya merupakan perpaduan manis dan gurih, dengan sedikit rasa hangat dari jahe.
Belitung juga dikenal dengan banyaknya tempat wisata yang menjadi sorotan bagi wisatawan dan turis-turis mancanegara.
Yang paling dikenal yaitu “Museum Kata Andrea Hirata” yang merupakan museum Literatur pertama di Indonesia. Disana bisa ditemukan koleksi tentang Film “Laskar Pelangi”.
Ada sebuah cerpen khusus yang dibuat oleh Andrea Hirata yang tidak diterbitkan untuk umum, dan hanya bisa anda baca di museum itu.
Museum itu dibangun bertujuan untuk menginspirasi anak remaja di desa Gantung, agar mengembangkkan bakat seni mereka.
Selain jejak Laskar Pelangi, ada juga Warung Kupi Kuli yang merupakan sebuah gambaran keseharian kehidupan para penambang. Selanjutnya Pantai Tanjung Tinggi yang merupakan pantai terkenal diBelitung yang digunakan sebagai salah satu lokasi syuting untuk Film Laskar Pelangi.
Pantai ini terletak disebelah Utara Belitung, tepatnya 37 Km dari kota Tanjung Pandan, berpasir putih, air laut jernih, dan batu granit super besar adalah ciri khas dari pantai ini. Ombak di pantai ini relatif tenang sehingga anda bisa berenang tanpa harus takut terbawa ombak.
Ada juga beberapa kebudayaan dan adat Belitung yang sampai sekarang masih biasa dijumpai, misalnya Maras Taun. Maras taun diadakan setiap setahun sekali sebagai wujud rasa syukur setelah melewati musim panen padi.
Pembukaan kubok atau parong bermula dari membuka hutan guna untuk berladang padi, sebagai sumber makanan utamanya penduduk Belitung. Rasa syukur ini pada awalnya disebut memaras atau berselamatan tahun yang kemudian disebut “Mara Taon” atau “Maras Tahun”.
Selain maras taun, budaya dan adat yang ada hingga saat ini yaitu “Beripat Beregong” merupakan sebuah tradisi yang ditujukan untuk menetes kejantanan seorang lelaki dengan cara saling memukul menggunakan rotan.
Tampak menyakitkan memang, tapi budaya ini tak pernah sepi dari peminat. Ada juga adat Belitung yang masih biasa dilakukan yaitu “Muang Jong” adalah tradisi ritual selamatan laut yang dilakukan oleh suku sekak.
Muang jong berarti membuang patok. Upacara in diselenggarakan setahun sekali. Diadakan pada musim pancaroba atau peralihan, sebelum memasuki musim angin barat sekitar bulan September sampai dengan Oktober.
Oleh orang sekak dikenal dengan musim “Tenggare’ Pute”. Pada musim angin barat, angin akan mulai bertiup kencang dan gelombang laut menjadi tinggi menghujam.