Beberapa hari lalu, saya dan beberapa kawan mewakili Kelompok Kerja Pariwisata Nasional Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN RI) berkunjung ke Kepulauan Belitung. Kami melakukan beberapa pertemuan dengan tokoh pariwisata setempat, termasuk mengadakan diskusi terbatas dengan dinas pariwisata Kabupaten Belitung.
Ada perkembangan pariwisata yang signifikan terjadi di kepulauan ini, terutama setelah novel Laskar Pelangi di angkat ke layar lebar, kemudian berlanjut dengan melejitnya nama Ahok alias Basuki Tjahya Purnama di kancah nasional.
Dari paparan dinas terkait terlihat bahwa di banding kabupaten lain, Belitung mengantongi pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata yang jauh lebih besar dengan tingkat pertumbuhan yang juga cukup progresif. Angkanya tentu belum terlalu besar, tapi dibanding daerah lain di Babel, kemajuan sektor pariwisata di Belitung terbilang cukup signifikan dan sangat prospektif.

Wisatawan berfoto di antara gugusan batu granit di Pulau Batu Belayar di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung. Pemerintah setempat terus mendorong potensi wisata Belitung yang memiliki keindahan permukaan laut dengan bebatuan granitnya, guna meraih status Unesco Global Geopark di 2019.
Hotel-hotel berbintang satu persatu menancapkan kukunya di sepanjang jalan pingir pantai di sekitar jalan Patimura Tanjung Pandan, dengan tawaran pemandangan laut yang menarik. Hal serupa juga terlihat di Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi, tempat pantai Laskar Pelangi terletak. Beberapa hotel besar berdiri dengan megah, diiringi dengan rumah makan dan restoran penjaja kuliner laut.
Jangan lupa
- Kunjungi pulau wisata teromantis Leebong Island
Akses jalan raya pun cukup membahagiakan dengan tingkat kemacetan yang nyaris nol. Tak diragukan lagi, perjalanan dari satu titik destinasi ke titik destinasi lainya tidak menguras waktu dan energi, baik dengan kendaraan pribadi, sewaan, atau kendaraan milik perusahaan tour and travel.
Dari sisi pintu kedatangan, bandara Belitung sudah memiliki penerbangan langsung dari Jakarta dan beberapa lokasi keberangkatan penting lainya. Kualitas bandara pun cukup menyamankan. Apalagi jarak bandara menuju pusat Kota Tanjung Pandan hanya terbilang hitungan menit tanpa ancaman kemacetan yang berarti. Secara kasat mata, Belitung sudah menjadi daerah wisata yang tidak sulit untuk diakses oleh wisatawan.
Dari sisi sosiologis, sebagaimana yang sempat saya temui, kini terdapat beberapa puluh komunitas yang sedang berjuang memajukan destinasi-destinasi kecil di desanya masing-masing. Mereka membentuk kelompok dan memilih salah satu spotdestinasi unik di desa mereka untuk diperjuangkan menjadi BUMDes atau usaha komunitas.
Tentu tidak mudah bagi mereka untuk menjaga eksistensi dan konsistensi di dalam memperjuangkan destinasi yang ada di desa-desa. Banyak kendala yang muncul, mulai dari faktor pembiayaan, kemitraan, skilldan kapasitas sumber daya manusia, kurangnya tokoh penggerak, serta minimnya berbagai keberpihakan dari pemangku otoritas.
Namun demikian, ada beberapa yang terlihat masih sangat bersemangat sampai hari ini. Saya sempat bertemu dengan komunitas pengelola Hutan Bakau Labunaji. Komunitas ini terdiri dari sebelas masyarakat desa yang ingin menyelamatkan destinasi bakau sebagai aset desa.
Memang, hari ini mereka baru sekedar memoles, tapi hasilnya sudah cukup lumayan. Mereka juga sempat mendapat dana kemitraan dari salah satu BUMN untuk membangun satu pondok utama sebagai titik pusat. Mereka juga sudah berusaha membuat satu titik atraktif untuk wisatawan melakukan selfiedi tengah hutan bakau. Untuk starting point, saya kira mereka sudah berada di trackyang benar.
Lain lagi dengan komunitas yang sudah dianggap sebagai DMO (Destination Management Organisation) di Desa Terong. Namanya komunitas ARB. Komunitas ini berjuang menyulap salah satu bekas penambangan timah menjadi satu titik destinasi wisata desa.
Saat ini mereka sudah berhasil membangun satu homestaydi tengah destinasi wisata desa yang mereka kelola, lalu sebelumnya juga sudah membangun beberapa pondok di pinggir danau kecil sisa tambang timah dan memoles lingkungannya. Yang juga cukup menarik, mereka berhasil mendorong masyarakat yang memiliki ruangan kosong agar disulap menjadi homestay.
Memang masih sangat jauh dari sempurna, masih sangat membutuhkan pendampingan dan keberpihakan dari otoritas dan mitra yang tepat. Namun apa yang mereka mulai boleh jadi merupakan embrio untuk berlanjutnya Belitung menjadi destinasi unggulan nasional di hari-hari mendatang.
Pemerintah, baik lokal maupun nasional, harus terus mendorong lahirnya daerah-daerah seperti Belitung dan memperkuat daerah yang sudah bergeliat seperti Belitung. Sangat banyak pekerjaan rumah yang tersisa, utamanya soal penguatan SDM pariwisata lokal, institusionalisasi budaya pariwisata di tingkat lokal, keberpihakan fiskal, regulasi-regulasi pendukung, dan masalah promosi serta branding.
Lalu pertanyaannya, apakah Belitung berpotensi menjadi Bali di Sumatera? Saya kira, jawabannya adalah “Iya”.
Secara alamiah, Belitung memiliki keunikan pantai yang dihiasi bebatuan besar yang jarang dimiliki daerah lain. Selain itu, destinasi andalan Belitung juga berada di sisi laut samudera yang tak berombak besar alias laut tenang.
Dan yang tak kalah hebatnya, Belitung memiliki keramahtamahan dan tingkat kesalingpercayaan yang tinggi di antara sesama masyarakat, baik kepada pendatang ataupun sesama mereka. Di Belitung tidak ada tukang parkir. Di Belitung terbilang aman dari pencurian. Sopir yang membawa kami berkeliling Belitung mengatakan: masyarakat memarkir motor di depan rumah tak berpagar sekalipun sampai pagi, tidak terjadi percurian motor.
Percepatan pengembangan kawasan Belitung sebagai kawasan pariwisata embrional untuk Bali-nya Sumatera adalah salah satu prioritas yang harus dilakukan pemerintah, baik pusat ataupun provinsi. Era timah sebentar lagi mungkin akan berakhir, kini era pariwisata dan pertanian berorientasi ekspor di Belitung sudah menanti.
Sektor Pariwisata sejatinya harus didorong menjadi sektor andalan bagi Belitung ke depannya. Yang dibutuhkan saat ini oleh Belitung adalah dorongan fiskal baik dari pusat maupun daerah, dorongan regulasi-regulasi, serta dorongan promosi dan branding.
Dorongan fiskal bisa berupa pengalokasian anggaran khusus untuk pengembangan SDM secara berkala, alokasi fiskal untuk pembenahan dan penciptaan atraksi-atraksi baru, prioritas pembangunan infrastruktur yang berhubungan langsung dengan destinasi-destinasi, infrastruktur yang berupa fasilitas umum, dan alokasi anggaran khusus untuk brandingdan promosi.
Dorongan regulasi juga bisa berasal dari instansi yang tidak terkait dengan pariwisata. Misalnya menambahkan kurikulum dunia pendidikan yang mengharuskan siswa untuk ikut mengalami kehidupan masyarakat desa wisata di sekitar destinasi sekira beberapa hari, lalu membuat laporan tentang kunjungan tersebut, dan seterusnya. Tujuan utamanya, selain membangun penjiwaan dan empati pada kehidupan masyarakat desa, adalah juga untuk memancing pasar yang akan melahirkan organised visitske destinasi-destinasi kecil yang diinisiasi oleh komunitas-komunitas desa.
Hal semacam ini bisa dilakukan di daerah manapun. Jika semua daerah punya kebijakan pendidikan yang seperti itu, diperkirakan desa-desa wisata, baik di Belitung ataupun di daerah lain, akan cepat berkembang.
Dengan lahirnnya permintaan besar, secara mandiri komunitas-komunitas desa wisata akan berbenah mengikuti selera pasar. Bagi Belitung sendiri, yang telah memiliki beberapa prasyarat utama untuk menjadi destinasi unggulan, kebijakan semacam itu akan membantu membesarkan desa-desa wisata dan komunitas-komunitas wisata yang ada.
Semoga.
sumber : https://beritagar.id/artikel/telatah/belitung-dan-prospek-desa-wisata